Prilaku Ahok Terhadap Presiden Jokowi Dan Capres Prabowo Seakan Seperti Pribahasa, "Bagai Menolong Anjing Terjepit."

Ketuma Gerindra Prabowo Saat Dukung Jokowi-Ahok dan Presiden Jokowi Dengan Gubernur Ahok-Foto-IST/INT

Dalam pernyataannya mendukung Ganjar-Mahfud MD, Ahok kerap menyerang Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka, menyatakan bahwa keduanya tidak mampu bekerja. Ahok juga mengkritik Capres Prabowo dan Cawapres Gibran, 

Oleh  : Sugiyanto (SGY)-Emik
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat)

 

Perilaku Basuki Tjahaja Purnama alis Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta, yang secara verbal menyerang Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum (Ketum) Gerindra yang juga Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto, terkesan kurang pantas. Tindakannya sebagai eks Komisaris Utama (Komut) PT. Pertamina (Persero) dapat memicu pandangan negatif, seakan seperti pribahasa "Bagai Menolong Anjing Terjepit." 

Dalam konteks ini, ungkapan "Bagai Menolong Anjing Terjepi" menggambarkan seseorang yang, setelah diberi bantuan, justru berbalik menyusahkan orang yang memberikan pertolongan. Ahok mungkin seharusnya mempertimbangkan bahwa pernyataannya bisa merugikan citra Presiden Jokowi dan Capres Prabowo Subianto.

Pandangan ini mungkin relevan karena Ahok mendapat dukungan dari Ketum Gerindra Prabowo Subianto sebagai Calon Wakil Gubernur (Cagub) DKI Jakarta periode 2012-2017, yang membawa Ahok ke posisi Gubernur DKI Jakarta. Penunjukan Ahok sebagai Komut PT. Pertamina (Persero) oleh Presiden Jokowi juga mencerminkan hubungan yang signifikan dalam pencapaian prestasinya. 

Dalam situasi sulit Ahok sebagai terpidana penistaan Agama, sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan Ahok, diyakini Presiden Jokowi tetap memberikan bantuan, baik secara moral maupun lainnya kepada teman baiknya Ahok. Ketika itu, masyarakat sangat geram terhadap Ahok, bahkan keselamatan nyawa Ahok terancam, namun pemerintahan Jokowi diyakini memberikan perlindungan maksimal kepada Ahok.

Saat ini, Ahok telah menjadi kader partai PDIP, dan memberikan dukungan penuh kepada pasangan Calon Presiden (Capres) dan Wakil Presiden (Cawapres) dari Partai PDIP. Pasca pengunduran dirinya sebagai Komut PT. Pertamina (Persero), Ahok aktif muncul di publik untuk mendukung dan mengkampanyekan pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Dalam pernyataannya mendukung Ganjar-Mahfud MD, Ahok kerap menyerang Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka, menyatakan bahwa keduanya tidak mampu bekerja. Ahok juga mengkritik Capres Prabowo dan Cawapres Gibran, mengajak masyarakat untuk tidak memilih presiden yang tidak sehat, emosional, dan tidak mampu bekerja, serta menyatakan kekhawatirannya terhadap kemungkinan kenaikan Gibran menjadi presiden.

Setelah memicu kontroversi di masyarakat, Ahok memberikan klarifikasi mengenai Jokowi dan Gibran. Kemungkinan Ahok khawatir menghadapi serangan langsung dari pendukung Jokowi. Hal ini logis, sebab mungkin saja akan ada masyarakat yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap kembali kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) yang terjadi pada masa jabatan Ahok sebagai Gubernur DKI 

Jakarta.

Dalam kesempatan lain, Ahok mengkritik Jokowi dengan menyatakan bahwa Presiden Jokowi mungkin dianggap yang ingin melihatnya dipenjara dalam kasus penistaan agama, termasuk demi kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019. Ahok juga menegaskan bahwa keputusan menjadi Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012-2017 diambil oleh Megawati, deolah-olah membangun persepsi bahwa yang berjasa kepada Ahok adalah Megawati, bukan Prabowo Subianto.

Sejatinya, apa yang diungkap oleh Ahok cenderung merupakan opini yang mengada-ada. Faktanya, Ahok dipenjara bukan karena keinginan pihak manapun, apalagi atas keinginan Presiden Jokowi, melainkan akibat perbuatan penistaan agama yang dilakukannya sendiri, yang menimbulkan kemarahan masyarakat Islam. Semua pihak mengetahui bahwa saat itu, tokoh-tokoh Islam dan bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa Ahok telah menistakan Agama Islam.

Dalam konteks ini, pada waktu tersebut, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Pusat, Ma'ruf Amin, yang sekarang menjabat sebagai Wakil Presiden RI, menyebut ucapan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai penghinaan terhadap agama dan ulama. MUI, menurut Ma'ruf saat itu, telah melakukan penelitian dan investigasi di lapangan terkait ucapan Ahok yang mengutip Alquran Surat Al Maidah. 

Hasil persidangan akhirnya menetapkan Ahok bersalah dan dijatuhi hukuman penjara karena menistakan agama dalam kasus penistaan tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan, Ahok dipenjara atas perbuatannya sendiri yang menista Agama, dan bukan karena tekanan atau keinginan manapun, apalagi atas keinginan Presiden Jokowi. 

Terkait Ahok menjadi Cawagub DKI Jakarta, fakta menunjukkan bahwa Partai PDIP dan Gerindra yang mengusulkan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Ketum PDIP, Megawati, mengusulkan kader partainya, Joko Widodo, sebagai Gubernur, sementara Ketum Gerindra, Prabowo Subianto, mendorong kader baru dari Partai Golkar, Ahok, menjadi Cawagub. 

Pasangan Jokowi-Ahok kemudian dideklarasikan sebagai Cagub dan Cawagub DKI Jakarta. Semua cerita Ini adalah fakta sejarah dan tercatat pada lembaran negara di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah DKI Jakarta, bahwa Partai Gerindra lah dimana Ketumnya adalah Prabowo Subianto yang telah mengusulkan Ahok menjadi Cawagub DKI Jakarta periode 1012-2017.

Memperhatikan uraian di atas, sebaiknya Ahok bisa lebih bijak dalam memberikan dukungan dan kampanye kepada Capres dan Cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Ceritakanlah hal-hal baik atau positif dari Ganjar-Mahfud MD, tanpa perlu menyerang Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Gibran, serta hindari menyerang Presiden Joko Widodo. Pendekatan ini akan lebih baik dan bijak, memberikan kesan Ahok sebagai "Orang Bijak," bukan menciptakan konotasi yang seakan seperti pribahasa "Bagai Menolong Anjing Terjepit."

The End.